Diduga Misterius, Pengadaan Seragam Sekolah di Dinas Pendidikan Soppeng Disorot, Anggaran Fantastis: Realisasi Dipertanyakan
Table of Contents
Program bantuan seragam sekolah gratis yang dijanjikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Soppeng kini menjadi sorotan publik. Minimnya transparansi dalam proses pengadaan, serta ketimpangan distribusi bantuan di lapangan, menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat. Dinas Pendidikan Soppeng sebagai pelaksana program dinilai tidak menunjukkan itikad baik dalam menjelaskan perkembangan program tersebut.
Upaya konfirmasi dari tim Narasifakta.id kepada H. Trus Winardi, Kepala Bidang Pembinaan dan Pendidikan Dasar, belum membuahkan hasil. Pesan yang dikirimkan melalui aplikasi WhatsApp tidak mendapat respons, meski program ini merupakan bagian dari janji kampanye Bupati Soppeng yang menegaskan bantuan seragam sekolah sebagai prioritas utama.
Hal serupa juga terjadi saat redaksi mencoba mengonfirmasi ke pihak LPSE Soppeng. Kepala LPSE menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki data mengenai siapa penyedia atau perusahaan pelaksana pengadaan seragam dan sepatu sekolah. “Kami tidak punya datanya, apalagi soal kontraknya. Silakan tanya ke Dinas Pendidikan,” ujarnya. Namun, pesan yang dikirimkan ke pihak Diknas juga tidak direspons.
Tak Tercatat di E-Proc, Hanya Muncul di SIRUP
Kepala Badan Pengadaan Barang dan Jasa (Barjas) Soppeng mengungkapkan bahwa pengadaan seragam sekolah tidak tercatat dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik (e-Procurement). “Yang ada hanya anggarannya di SIRUP (Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan),” singkatnya.
Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar di publik. Bagaimana mungkin pengadaan bernilai miliaran rupiah tidak tercatat dalam sistem resmi? Kondisi ini membuka ruang dugaan terjadinya praktik pengadaan tidak transparan yang berpotensi merugikan masyarakat.
Anggaran Fantastis, Hasil Minim
Berdasarkan data yang dihimpun, Pemkab Soppeng mengalokasikan dana sebesar Rp1,705.000.000 untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Rp1,265.000.000 untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun, pantauan di lapangan menunjukkan realisasi program jauh dari harapan.
Seorang warga menuturkan, “Kami masih menunggu janji kampanye Bupati soal seragam sekolah gratis. Tapi sampai sekarang belum semua sekolah mendapat bantuan.”
Nada serupa disampaikan wali murid berinisial E. “Kalau memang ada pembagian, kenapa belum merata? Harusnya bisa bantu orang tua, apalagi ekonomi belum pulih benar,” ujarnya.
Distribusi Tak Proporsional, Sekolah Harus Ambil Sendiri
Hasil pantauan menunjukkan distribusi bantuan seragam yang tidak merata dan tak sesuai kebutuhan sekolah:
SDN 162 Baringeng: Menerima 9 set seragam dan 5 pasang sepatu untuk 10 siswa.
SDN 254 Mappotongai: Hanya menerima 5 set seragam, tanpa sepatu, padahal jumlah siswa 11 orang.
SDN 121 Salonro: Menerima 10 set seragam dan 6 pasang sepatu untuk 12 siswa.
Ironisnya, pihak sekolah disebut harus datang langsung ke Dinas Pendidikan untuk mengambil bantuan. Tidak ada mekanisme distribusi berbasis jumlah siswa atau wilayah.
Seorang guru yang enggan disebutkan namanya mengatakan, “Kami sudah dua kali datang ke kantor dinas untuk menanyakan, tapi cuma dijawab ‘tunggu tahap kedua.’ Padahal tahun ajaran baru sudah berjalan.”
Dugaan Adanya Oknum Bermain
Ketidakjelasan proses pengadaan dan distribusi memunculkan dugaan adanya oknum yang "bermain" dalam program ini demi kepentingan pribadi. Jika benar, ini sangat disayangkan karena menyangkut bantuan yang ditujukan untuk anak-anak sekolah.
Program yang semestinya meringankan beban ekonomi keluarga dan menunjang pendidikan, justru menjadi polemik akibat tata kelola yang dinilai amburadul. Ketidakjelasan anggaran, lambannya distribusi, dan minimnya keterbukaan informasi menjadi catatan serius bagi Pemkab Soppeng.
Harapan Publik: APH dan Lembaga Pengawas Bertindak
Masyarakat berharap Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk lembaga pengawasan seperti BPK dan Inspektorat Daerah, turun tangan untuk mengaudit pelaksanaan program ini.
“Uang rakyat seharusnya dipertanggungjawabkan secara transparan. Jangan sampai program yang menyangkut hak dasar siswa justru dijadikan ladang kepentingan,” ujar salah satu tokoh masyarakat.
Redaksi Narasifakta.id akan terus memantau dan menyampaikan perkembangan lebih lanjut terkait persoalan ini.
Penulis: Sofyan





Post a Comment