Belum Beres Pekerjaan, Tri Sudah Lari ke APH, Jejak Kongkalikong Proyek P3A?
Table of Contents
Proyek Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3A) di Kabupaten Soppeng makin berbau busuk. Alih-alih jadi penopang kesejahteraan petani, proyek bernilai ratusan juta rupiah ini justru berubah jadi bancakan oknum rakus. Air irigasi yang semestinya menghidupi sawah, malah dialirkan ke kantong segelintir pihak yang lihai menunggangi proyek.
Fakta janggal makin menohok. Wartawan Katata.id yang mendatangi aparat penegak hukum (APH) mendapati pengakuan mengejutkan: Tri, pelaksana proyek, sudah lebih dulu datang melapor dengan membawa klaim 14 titik pekerjaan. Publik pun terperangah—belum beres pekerjaan, kok sudah buru-buru lapor?
Pertanyaan besar pun menyeruak: ada apa di balik langkah kilat itu? Benarkah laporan ini bentuk transparansi, atau sekadar tameng murahan untuk menutupi jejak kongkalikong antara Tri dan APH?
Proyek Gelap, Transparansi Dimatikan
Investigasi lapangan Katata.id menguak fakta telanjang: proyek memang berjalan, tapi papan informasi tak pernah terlihat. Kontraktor, nilai kontrak, hingga sumber anggaran dibuat gelap gulita. Transparansi yang wajib dipajang justru diperlakukan seperti pajangan tak berguna.
“Kalau proyek pemerintah kok sembunyi-sembunyi begini, jelas ada bangkai yang ditutupi,” tegas seorang warga dengan nada geram, kamis (25/9/2025).
Aspirasi Rakyat Ditunggangi
Desas-desus yang beredar kuat menyebut proyek P3A ini bersumber dari dana aspirasi seorang anggota DPR RI. Ironis, “oleh-oleh rakyat” itu justru berubah jadi mainan mafia proyek. Kelompok penerima manfaat hanya dijadikan boneka, rakyat dipajang sebagai alasan manis, sementara kendali sebenarnya ada di tangan oknum serakah.
“Kalau memang ini dana aspirasi DPR, kenapa jalannya mirip proyek siluman? Jangan-jangan duitnya sudah lebih dulu dipotong ramai-ramai,” sindir seorang tokoh masyarakat.
Volume Dipangkas, Kualitas Diturunkan
Kecurigaan warga kian menguat. Mereka menuding adanya permainan volume dan kualitas. Material diduga dikurangi, pekerjaan dipangkas, tapi laporan tetap dilaporkan mulus di atas kertas. Akibatnya, irigasi rawan jebol, sawah terancam gagal panen, sementara kontraktor dan oknum tetap berpesta pora.
“Kalau dari awal sudah gelap, ujungnya pasti busuk. Yang kenyang hanya oknum, rakyat cuma dapat ampas,” geram seorang warga lainnya.
DPR dan APH Diuji Nyali
Kasus ini jelas bukan proyek recehan. Ini adalah ujian nyali aparat penegak hukum sekaligus tolok ukur integritas wakil rakyat. Namun hingga berita ini diturunkan, pihak DPR RI yang disebut-sebut sebagai pemilik dana aspirasi maupun APH yang dikunjungi Tri memilih bungkam seribu bahasa.
Sementara itu, amarah rakyat kian mendidih. Mereka muak dengan tradisi bancakan anggaran berkedok pembangunan. Yang ditunggu cuma satu: keberanian membongkar siapa dalang proyek siluman ini dan menyeretnya ke meja hijau.
Tanpa keberanian itu, proyek P3A hanya akan jadi monumen kebobrokan: sawah tetap kering, tapi kantong oknum terus basah.
(Penulis: Sofyan)
Post a Comment