Proyek P3A di Soppeng Bau Busuk, Rakyat Cuma Jadi Alasan, Oknum Jadi Raja

Table of Contents
Katata.id - Soppeng,
Proyek Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3A) di Kabupaten Soppeng kini bukan lagi sekadar proyek pembangunan. Ia menjelma jadi panggung aib, gelap, penuh rekayasa, dan beraroma permainan kotor. Alih-alih mengairi sawah petani, proyek bernilai ratusan juta rupiah ini justru mengalirkan uang rakyat ke kantong segelintir oknum.

Tim Katata.id yang turun langsung ke lokasi memang mendapati aktivitas pengerjaan. Tapi ada fakta telanjang: papan proyek tak pernah muncul. Publik dibuat buta total—tidak tahu siapa kontraktornya, berapa nilai kontraknya, dan dari mana anggaran digelontorkan.

Parahnya lagi, ketika pekerja dimintai konfirmasi, jawabannya kian menegaskan aroma busuk: “Nanti dipasang, Pak, sudah saya bingkai.” Alasan klise itu dilontarkan padahal proyek sudah lama berjalan. Papan informasi yang mestinya jadi wujud keterbukaan malah diperlakukan seperti pajangan, bukan kewajiban.

“Kalau proyek pemerintah kok sembunyi-sembunyi begini, jelas ada yang ditutupi. Rakyat jadi curiga, ini proyek pembangunan atau proyek bancakan?” ketus seorang warga, Sabtu (20/9/2025).

Kelompok Jadi Topeng, Oknum Jadi Penunggang

Lebih jauh, proyek P3A ini disebut hanya menjadikan kelompok penerima manfaat sebagai kedok murahan. Kendali justru diambil alih oknum tertentu yang bersembunyi di balik layar. Kelompok hanyalah boneka, rakyat dijadikan tameng, sementara anggaran jadi santapan empuk elit rakus.

Informasi yang beredar kuat menyebut proyek ini bersumber dari dana aspirasi seorang anggota DPR RI. Alih-alih jadi “oleh-oleh rakyat”, justru ditunggangi ala mafia proyek.

“Kalau memang ini dana aspirasi DPR, kenapa jalannya mirip proyek siluman? Jangan-jangan rakyat cuma dijadikan alasan manis, sementara duitnya sudah dipotong ramai-ramai,” sindir seorang tokoh masyarakat.

Kontraktor Main Volume, Rakyat Dapat Sisa

Kecurigaan makin pekat. Warga menilai pengerjaan proyek sarat manipulasi: volume diduga dipangkas, kualitas diturunkan, sementara laporan di atas kertas tetap mulus. Hasilnya? Irigasi terancam mampet, sawah terancam gagal panen, tapi kontraktor dan oknum tetap menangguk untung.

“Kalau dari awal sudah gelap, hasilnya pasti busuk. Rakyat cuma jadi penonton kebobrokan, sementara oknum ketawa kencang di belakang meja,” sindir warga lainnya.

DPR dan APH Diuji Nyali

Kasus ini jelas bukan sekadar proyek kampung. Ini adalah ujian akuntabilitas wakil rakyat di Senayan sekaligus barometer nyali aparat penegak hukum (APH). Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, baik instansi terkait maupun anggota DPR RI yang disebut-sebut membawa dana aspirasi ini memilih bungkam seribu bahasa.

Sementara itu, bara kemarahan rakyat makin menyala. Mereka sudah muak dengan janji manis dan alasan murahan. Yang mereka tunggu hanya satu: bukti nyata. Bongkar siapa dalang proyek siluman ini, seret para penunggang proyek ke meja hijau, dan hentikan tradisi bancakan anggaran.

Tanpa keberanian aparat dan transparansi DPR, proyek yang semestinya mengalirkan air kesejahteraan akan terus berubah jadi kanal kebusukan—airnya mampet, tapi aliran uangnya tetap deras menuju kantong oknum.

(Penulis sofyan) 

Post a Comment

/
/
/