Teriakan 'Tidak Ada Saya Takuti' Proyek P3A Soppeng, Tantang APH dan Rakyat?
Table of Contents
Proyek Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3A) di Kabupaten Soppeng kini benar-benar bau busuk. Alih-alih jadi denyut kesejahteraan petani, proyek bernilai ratusan juta rupiah ini justru menjelma arena bancakan oknum rakus. Air irigasi yang mestinya menghidupi sawah petani malah disulap jadi aliran deras menuju kantong segelintir pemain proyek.
Lebih mengejutkan, Tri yang di duga pelaksana proyek berani pasang dada lewat pesan WhatsApp di grup publik,
“Tidak ada saya takuti disini (digaga witori kue).” Pernyataan itu sontak memantik amarah dan kecurigaan warga. Alih-alih menenangkan, ucapan Tri malah dianggap sebagai tantangan terbuka, bukan hanya kepada rakyat, tapi juga kepada aparat penegak hukum (APH).
“Kalau sudah berani teriak begitu, berarti dia merasa punya beking kuat. Publik makin yakin ada permainan busuk di balik proyek ini,” kata seorang warga dengan nada getir, Kamis (25/9/2025).
Lebih bikin geleng kepala, wartawan Katata.id mendapati pengakuan dari APH bahwa Tri sudah lebih dulu datang melapor dengan klaim 14 titik pekerjaan. Padahal, fakta lapangan jelas menunjukkan proyek belum rampung.
Publik pun terperangah apa urgensinya buru-buru lapor, kalau bukan sekadar tameng murahan untuk melindungi kongkalikong?
“Ini bukan transparansi, tapi strategi kamuflase. Laporan dini itu diduga kuat hanya untuk mengamankan posisi Tri sekaligus meredam potensi jeratan hukum,” sindir seorang tokoh masyarakat.
“Kalau proyek pemerintah kok sembunyi-sembunyi begini, pasti ada bangkai besar di dalamnya,” tegas warga lainnya dengan wajah kesal.
Desas-desus semakin kencang, proyek P3A ini diduga bersumber dari dana aspirasi seorang anggota DPR RI. Ironis, aspirasi rakyat yang seharusnya jadi berkah justru berubah jadi mainan mafia proyek. Penerima manfaat hanya dijadikan boneka pajangan, sementara kendali penuh ada di tangan oknum serakah.
“Kalau betul ini dana aspirasi DPR, kenapa jalannya mirip proyek siluman? Jangan-jangan duitnya sudah dipotong sebelum sampai ke lapangan,” ketus seorang tokoh masyarakat.
Warga menuding ada praktik pengurangan volume pekerjaan dan kualitas material. Diduga, laporan proyek tetap ditulis mulus meski hasil di lapangan cacat parah. Akibatnya, irigasi rawan jebol, sawah terancam gagal panen, tapi oknum kontraktor dan pengendali proyek tetap berpesta pora.
“Kalau dari awal sudah gelap, ujungnya pasti busuk. Yang kenyang cuma oknum, rakyat dapat ampas,” geram seorang petani.
Sementara itu, bara kemarahan rakyat makin membara. Mereka muak dengan tradisi bancakan anggaran berkedok pembangunan. Yang ditunggu hanya satu, keberanian membongkar siapa dalang proyek siluman ini, lalu menyeretnya ke meja hijau.
Tanpa tindakan tegas, proyek P3A hanya akan jadi monumen kebobrokan, sawah tetap kering, rakyat tetap sengsara, tapi kantong oknum terus basah.
(Penulis: Sofyan)
Post a Comment