Sabar Bos, Belanda Masih Jauh, Sindiran Kuasa Hukum IWO untuk PWO yang Dinilai Panik
Table of Contents
Katata.id - Jakarta. Polemik soal kepemilikan nama dan logo Ikatan Wartawan Online (IWO) kembali memanas. Setelah gugatan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang diajukan Teuku Yudhistira terhadap Perkumpulan Wartawan Online (PWO) bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Medan, kini langkah balasan datang dari kubu PWO.
Di tengah sidang perkara nomor 5/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2025/PN Niaga Mdn yang masih berjalan, pengurus PWO di bawah pimpinan Dwi Christianto justru melaporkan Yudhistira ke Bareskrim Polri. Laporan tersebut tercatat dengan nomor LP/B/474/IX/2025/SPKT/BARESKRIM POLRI, tertanggal 25 September 2025.
Langkah hukum itu pun ditanggapi santai oleh Ketua Umum IWO, Teuku Yudhistira. Ia menyebut tindakan Dwi cs sebagai bentuk kepanikan yang tak perlu.
Mungkin itu bentuk kepanikan Bung Dwi cs sampai membangun opini lewat narasi menyesatkan dan menyerang saya secara pribadi tanpa lagi mengedepankan kode etik jurnalistik,” ujar Yudhistira, Minggu (5/10/2025).
Meski demikian, Yudhistira mengimbau seluruh jajaran IWO di daerah untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi.
Kita masih cooling down. Saya minta teman-teman di seluruh Indonesia tetap fokus menjalankan kerja organisasi dan menyukseskan Rakernas nanti,” tegasnya.
Nada senada disampaikan Arfan, SH, Ketua Divisi Hukum IWO sekaligus kuasa hukum Yudhistira. Ia menilai langkah pelaporan ke Bareskrim terlalu tergesa-gesa dan tidak berdasar kuat.
Sabar bos, jangan buru-buru. Belanda masih jauh,” sindir Arfan di Medan, Minggu (5/10/2025).
Menurutnya, pihak PWO seharusnya menghormati proses hukum yang sedang berjalan di PN Medan.
“Jangan panik. Gugatan ini belum inkracht, masih bergulir di pengadilan. Jangan sampai kita katakan mereka tidak paham hukum,” ujarnya.
Arfan juga menyoroti narasi di sejumlah media yang mendesak Bareskrim segera menangkap Yudhistira. Ia menilai langkah itu bagian dari upaya menggiring opini publik.
Emosi boleh, tapi kedepankan edukasi dalam setiap pemberitaan. Jangan memperlakukan penyidik seolah bisa disetir,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua PW IWO Sulsel, Zulkifli Tahir, yang juga Koordinator Steering Committee (SC) Mubes II IWO tahun 2022, turut menanggapi klaim pemecatan Teuku Yudhistira oleh pihak yang menamakan diri sebagai PWO.
Pemecatan Teuku Yudhistira oleh siapa, apa dasarnya? Justru yang sah secara organisatoris itu Pak Teuku Yudhistira,” tegas Zulkifli di Makassar, Minggu (5/10/2025).
Zulkifli menilai sikap sebagian pihak yang mengklaim kepemilikan tunggal atas IWO menunjukkan krisis pemahaman terhadap mekanisme organisasi.
Organisasi wartawan seharusnya lebih paham etika berorganisasi, bukan malah menciptakan drama tanpa konstitusi,” ujarnya tajam.
Zulkifli kemudian mengurai akar persoalan. Menurutnya, kisruh ini bermula dari Mubes II IWO di Tangerang, 2–3 Desember 2022, yang berakhir deadlock.
Dua kandidat, Aji Bahroji dan Edward P, gagal mencapai kesepakatan, sehingga kepengurusan pusat periode 2017–2022 dinyatakan demisioner.
Sebagai Koordinator SC, Zulkifli mengeluarkan SK Nomor 009 Tahun 2022 yang menunjuk Jodhi Yudono sebagai Presidium Sementara—bukan ketua baru—dengan tugas menyiapkan Mubes lanjutan.
Setahun kemudian, Mubes II Lanjutan digelar di Jakarta, 9–10 Oktober 2023. Dalam forum tersebut, Teuku Yudhistira, M.I.Kom., terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum IWO periode 2023–2028.
Namun tak lama berselang, muncul pihak yang mengklaim telah “memecat” Yudhistira dan menuduhnya mendirikan organisasi tandingan bernama Perkumpulan Wartawan Warta Online (PWWO).
Kalau ada yang mengaku memecat Ketua Umum hasil Mubes, jelaskan dulu dasarnya. Mubes itu forum tertinggi organisasi. Melangkahi keputusannya berarti melangkahi konstitusi IWO,” tandas Zulkifli.
Zulkifli juga mengingatkan agar seluruh anggota IWO tidak terseret opini yang menyesatkan.
Berorganisasi itu bukan soal siapa paling vokal di grup WhatsApp, tapi siapa yang menghormati mekanisme,” ujarnya.
Kalau jurnalis saja abai pada aturan main organisasi sendiri, bagaimana mau bicara tentang penegakan etika di luar sana?”
Polemik berkepanjangan di tubuh IWO kini menjadi ujian kedewasaan bagi organisasi jurnalis digital Indonesia. Pertarungan ego dan perebutan legitimasi telah menodai semangat awal pendirian IWO — menjaga profesionalitas dan martabat pers di era digital.
Kini publik menunggu: siapa yang benar-benar memegang pena sah IWO?
Sebab pada akhirnya, organisasi wartawan bukanlah panggung politik, melainkan rumah bagi integritas profesi. (***)
Post a Comment